Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Pada KTT Pangan Sedunia Tahun 1996 di Roma para pemimpin Negara dan pemerintah telah mengikrarkan kemauan politik dan komitmennya untuk mencapai ketahanan pangan dan melanjutkan upaya penghapusan kelaparan.
Pembangunan
ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang Undang Pangan Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002
tentang Ketahanan Pangan, yang secara spesifik mengatur bahwa pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap
ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, beragam, bergizi,
berimbang, aman, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Beberapa
hasil kajian menunjukan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti
tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah
tangga atau individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang deficit
energy di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal ini, penganekaragaman
pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Dari
segi fisiologis, manusia untuk dapat hidup aktif, sehat dan produktif
memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis
makanan.
Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa tidak ada satupun jenis pangan yang
lengkap gizinya kecuali ASI.
Keragaman
konsumsi pangan masyarakat Indonesia dengan indikator skor Pola Pangan Harapan
(PPH), menunjukkan bahwa skor mutu konsumsi pangan penduduk Indonesia periode
2006–2010 terjadi fluktuasi. Hal ini diindikasikan terjadinya penurunan Skor
PPH dari 81,9 pada tahun 2008 menjadi 78,8 pada tahun 2009. Pada tahun 2010
skor PPH kembali meningkat yaitu 80,6, tetapi masih didominasi konsumsi energi
kelompok padi-padian dari proporsi sebesar 50 persen, hal ini terjadi karena kurangnya
kesadaran masyarakat akan pangan yang beragam, bergizi, berimbang, dan aman,
dan diikuti juga dengan semakin meningkatnya konsumsi terigu yang merupakan bahan
pangan impor. Sementara itu, konsumsi pangan yang lainnya masih belum memenuhi
komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi – umbian, pangan
hewani, sayur dan buah.
Secara
umum, implementasi Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP)
sangat penting untuk dilaksanakan secara massal mengingat permintaan beras
terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan
iklim global, dampak pemberian Raskin semakin mendorong masyarakat yang makanan
pokoknya non beras menjadi beras (nasi), serta belum optimalnya pemanfaatan
pangan lokal.
Merujuk
pada situasi tersebut, maka Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya adalah
Peningkatan Diversifikasi Pangan (Penganekaragaman Pangan) menjadi salah satu
kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden selama tahun 2009 –
2014, dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan
karakteristik daerah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan
Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan
Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan
tersebut menjadi acuan yang dapat mendorong percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui kerja sama sinergis antara
pemerintah dan pemerintah daerah. Di Provinsi, kebijakan tersebut ditindaklanjuti
dengan Peraturan Gubernur (Pergub) dan di kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan
Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).
Implementasi
kebijakan P2KP pada tahun 2012 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun
2010 diwujudkan melalui kegiatan : (1) Pemberdayaan kelompok wanita melalui
optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan bantuan alat penepung, (2) Pengembangan
pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerja sama dengan Perguruan
Tinggi dalam pengembangan teknologi pangan lokal, (3) Sosialisasi dan promosi
penganekaragaman konsumsi pangan, serta (4) Pengembangan Kawasan Diversifikasi
Pangan (PKDP) yang merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat
kawasan. Kegiatan P2KP juga diharapkan dapat mendorong peran serta dunia usaha
melalui Corporate Social Responsibility (CSR)/ Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL).
Dimensi
lintas sektor Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) terlihat jelas
pada implementasi di lapangan terutama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi
lokal, baik dari segi pelaksanaan maupun pembiayaan. Gubernur/Bupati sebagai
integrator memiliki peranan penting, terutama dalam mengkoordinasikan semua Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Kegiatan
penganekaragaman konsumsi pangan, selain ditujukan untuk meningkatkan skor PPH,
juga berperan positif dalam upaya meningkatkan gizi keluarga, menurunkan
konsumsi beras, menurunkan angka kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja
sesuai potensi daerah.
Baca
selengkapnya Pedum P2KP BKP, Kementan 2012 downloaddisini
Sumber : Badan
Ketahanan Pangan, Kementan RI 2012.
0 komentar:
Posting Komentar